Friday, April 22, 2011

Ada apa dengan perkawinan masa kini?

Dua minggu terakhir ini, saya mendengarkan sharing 3 teman saya yang baru saja menikah. Umur perkawinan mereka masih sangat muda. Dan ketiganya mengatakan hal yang sama: Perkawinan mereka bermasalah. 
Saya sendiripun belum (pernah) menikah. Dan belum pernah merasakan menjadi seorang istri dan atau ibu. Namun terkadang, bahasan perkawinan di majalah - majalah, mendapat atensi yang cukup besar dari saya. 
Ada lima masalah mendasar (menurut saya) yang bisa saya ambil dari sharing ketiga teman saya:
 
Problem pertama:
Ketiganya mempersoalkan kebiasaan - kebiasaan yang dilakukan oleh suami - suami mereka yang mereka anggap tidak wajar. Mereka tahu saat mereka berpacaran, kebiasaan ini dilakukan, namun tidak di depan mata mereka. Saat mereka melihatnya, mereka tidak dapat 'menerimanya'. 
Sebenarnya apa bedanya, saat mereka sudah mengetahui kebiasaan tidak wajar itu dari kata - kata, dan saat mereka menjalani hidup berkeluarga secara langsung?
Ataukah ini hanya sebuah bentuk kekagetan pasangan muda?
 
Problem kedua:
Ketiganya mempersoalkan masalah finansial, yang mana mereka seharusnya sudah mempersiapkan dan rencanakan sebelumnya. Keberadaan rumah, besar kecilnya rumah, pembelian keperluan sehari - hari, perabot rumah, siapa bekerja siapa tidak, siapa harus mengeluarkan uang, siapa harus memberi siapa kenapa jadi masalah?
Apa tidak ada komunikasi sebelumnya?
Toh saat 'single' pun, kita mempunyai skala prioritas dan rencana keuangan sendiri? Atau tidak?
 
Problem ketiga: 
Ketiganya mempersoalkan ttg VISI HIDUP. Aku pengen begini, tapi dianya nggak mau begitu. Aku ga mau mendidik anakku seperti bapaknya nanti. Eemmmpphh... Kenapa? Apa kau tak cukup mencintai bapaknya dan latar belakangnya? Dan kau sudah tahu itu. Perkara anakmu mau bagaimana, apa itu tidak menyalahi hak asasi? Biarkan dia memilih, mau seperti bapaknya yang tidak kau sukai latar belakangnya ataukah seperti ibunya (yang mungkin bapaknya jg tak menyukai latar belakangnya) atau seperti ayah dan ibu tetangga? Tak perlu lah muluk - muluk untuk sebuah keinginan, cukup penuhi apa yang ada 5 meter ke depan. 
Seperti sorot lampu mobil, jaraknya pun terbatas pada jarak pandang tertentu, hanya menjangkau beberapa meter ke depan. Tapi toh untuk berjalan 100 kilometer, tetap sampai. Karena semua memang harus dilakukan secara bertahap.
 
Problem keempat:
Dua dari tiga mengatakan bahwa kehidupan perkawinan mereka membosankan. Saya tak tahu bagaimana rasanya menikah, belum tahu tepatnya.
Tapi saya pernah merasakan bagaimana pacaran itu. Mungkin dengan tingkat kedewasaan dan dengan menghadapi permasalahan yang berbeda.
Namun, saya yakin, seharusnya, dengan perkawinan, hidup jadi lebih berwarna. Paling tidak, ada seseorang di samping kita untuk dicintai dan mencintai.
Entah, mungkin setelah janji perkawinan (entah itu di depan penghulu, pendeta, ulama, romo, atau siapa lah itu..) segalanya menjadi berubah.
 
Problem kelima:
Mereka mudah sekali mengatakan PISAH/CERAI? 
Ada apa dengan mental mereka. Mama saya pernah berkata, apapun yang terjadi, PANTANG mengucapkan kata - kata tersebut di atas.
Jika perkawinan adalah sebuah komitmen, semudah itukah mengatakan dan/atau memutuskan untuk berpisah?
Apakah tidak ada jalan lain yang lebih bijaksana dan dewasa, untuk menyelesaikan masalah - masalah mereka?
Saya tidak tahu, apakah saya juga tahan uji dengan segala cobaan hidup perkawinan. Namun bagaimana komitmen mereka dengan Tuhan?
Buat apa menikah juga toh akhirnya cerai, tak dapat mempertanggungjawabkannya pada sesama dan Sang Khalik?
 
Jadi, apa esensi dari sebuah perkawinan?
Janji yang tak perlu ditepati?
Hanya demi status sosial, karena takut 'terlambat'?
Berlangsung begitu saja, yang penting menyelenggarakan pesta demi gengsi, setelah itu lupa diri?
 
 
 
Linggayani Soentoro 
April 22, 2011
 

2 comments:

  1. wah...suka bgt sama kalimat conclusion mu ci :)"apa esensi dari sebuah perkawinan? bla bla bla" hehehhee...
    ya itung2 tuh curhat temanmu bikin jd pembelajaran buat km ci...biar "gag kaget" klo mnikah...hehehhee

    ReplyDelete
  2. iya,sebenernya banyak sih, tp nggak etis kalo dituangkan secara blak2an. mungkin nanti ya, aku buat cerita aja,, hmmm cuman kapanya... aduh...btw ini rose petals nya mengganggu, groar... kekekeke

    ReplyDelete