Nephrotic Syndrome, awalnya istilah itu asing di telingaku.
Dan saat aku mendengarnya, hatiku berdebar kencang. Pikirku, penyakit apa itu?
Wah, tak pernah sekalipun sakit (paling parah sakit radang tenggorokan), sekalinya sakit, dapat penyakit yang namanya keren (berbeda dengan 'batuk pilek', 'masuk angin', 'cacar' dan 'sakit hati')
Dokter pun mengatakan, "Wah, 1 stage lagi, kamu gagal ginjal nih?"
"Apa dok??" Tanyaku tak percaya.
Pikirku, aku tak merasakan apapun, hanya saja urinku berbusa dan hasil laboratorium mengatakan, ada kandungan protein di urinku.
Memang sih, tubuhku lemas, gampang terengah - engah, dan cepat sekali merasa capek.
Tapi pura - pura saja kututupi semua itu. Aku berusaha menahannya.
Masih sempat aku berdebat, tak mungkin, aku tak pernah macam - macam.
Yang kupikirkan saat itu hanyalah pembuktian bahwa kertas - kertas itu salah dan hasil pemeriksaan dokter juga salah (untung, aku tak mau jadi dokter, pernah ku dipaksa papa untuk masuk kelas IPA, supaya melanjutkan sekolah kedokteran beliau yang terhenti karena masalah ekonomi - bisa diragukan pula kredibilitasku menjadi seorang dokter, oleh seorang pasien gila seperti aku)
Haha...
Lalu seminggu di rumah, tak menghasilkan kemajuan berarti. Protein di tubuhku menurun dan siklus bulananpun datang tak tahu diri. Droplah kesehatanku.
Teman - temanku pun mulai berdatangan, murid - murid dan orang tua mereka pun melihat kondisiku.
Mereka heran, katanya, "Superman kok sakit?"
Ada pula yang berkata, "Miss, jangan mati duluan, belum merit toh?"
Hahahahaa, dalam sakit aku masih tertawa.
Ku balas saja, "Nggak lah, makanya, kalo ke sini jangan bawa bunga, lagian Miss Lingga blom mau mati, masa ntar di batu nisan tertulis, born virgin, live virgin and die virgin, kayak Mother Mary aja."
Tanpa merasa sakit sedikitpun, (hanya lemas, swear!) Aku dirujuk ke Rumah Sakit.
Ada orang tua sahabatku yang menganjurkan itu.
Ah, gila, aku tak pernah rawat inap. Tak mau aku.
Sedikit phobia dengan rumah sakit.
Bagiku, tak kan pernah sehat aku, jika tinggal di rumah 'sakit'. Ada nggak ya, rumah sehat? (Aliran positive thinker)
Akhirnya, nasibku memang buruk saat itu. Dibawanya aku ke rumah sakit terdekat, supaya mama mudah mengunjungi aku.
Diberinya aku injeksi dan obat - obatan. 3 hari pertama, hidupku cukup 'miserable'.
Hari ke 4 aku mengalami sesak nafas yang tak tertahankan.
Ku pencet bel untuk memanggil perawat.
Disiapkannya tabung oksigen, masker oksigen dan selang - selang plastik (pikirku, "Wah, seperti di film - film melodrama)
2 menit setelah dipasangnya oksigen di hidungku, aku tetap merasa sesak. Kulepaskan selang - selang sialan itu.
Kupencet bel memanggil perawat. Ku katakan padanya dengan susah payah, aku sudah tidak bisa bernafas, perutku membesar, rasanya penuh dengan air.
Kutanya, kapan dokter datang, dia menjawab, nanti jam 4.
Wah, aku keburu mati. 4 jam lagi!
"Telponkan dokter sekarang!" Teriakku panik.
Lalu 20 menit kemudian, kembalilah dia dengan membawa suntikan injeksi. Tak tahu cairan apa yang dimasukkan dalam tubuhku. Aku menurut saja.
Dokter pun datang, keluargaku pun beraksi (keluarga di sini adalah mama, om dan tanteku, serta sahabat - sahabatku, papa harus tinggal di rumah, kasihan, susah payah jadinya jika harus ke rumah sakit dengan kursi roda)
Ah, gila saja, batinku!
Diberinya aku 5 macam obat dan 2 injeksi!
Sudah mulai membaik, ku ambil Blackberry-ku, lalu ku 'google' nama - nama obat itu.
3 untuk maag, 2 untuk ginjal, dan 2 injeksi untuk maag dan mengeluarkan cairan yang membuat tubuhku membengkak.
Ku coba baca, sebenarnya apa penyakit ini. Bukan, bukan penyakit, masih syndrome, kumpulan gejala.
Gejala gila!
1 minggu tiap malam, teman baikku menjagaku di rumah sakit. Ah, tak punya saudara, tapi ku punya sahabat - sahabat yang mencintai aku.
Sang sahabat yang berprofesi sebagai nutritionist di negeri sebrang pun beraksi, mengirimiku the do's and the ∂σи'т's masalah nutrisi.
Dan selama seminggu itu pula, asupan gizi yang kuterima dari rumah sakitpun, salah total, pantas saja dengan cepat berat badanku menurun.
Diberinya aku makanan untuk orang berpenyakit ginjal beneran (karena penyakitku ini masih tergolong pura - pura)
Gila!
Botol - botol albuminpun sudah kuhabiskan. 7 tepatnya. (Ditambah 2 yang kudapat di rumah)
Mahal! Tapi jadi tak mahal karna ku butuh!
Asupan albumin dan sari ikan tak mengembalikan tingkat protein dalam tubuhku.
Jujur saja, memang aku tak pernah jadi dokter, (dan tak akan pernah mau)
Tapi karena aku sok tahu, ku katakan saja,
Ginjal bocor kok tidak diobati dulu, baru diberi albumin.
Gila, asuransi kesehatanpun aku tak punya, dan mereka memberikan tablet dan kapsul gila dengan harga selangit, plus cairan infus untuk menambah protein dalam tubuhku!!
Bisa jalan - jalan ke luar negeri aku dengan duit itu!
Ah, tidak.. Aku tak menghitung banyaknya uang yang sudah dikeluarkan.
Hanya saja ku mempertimbangkan banyaknya substansi - substansi tak jelas yang masuk ke dalam tubuhku.
Dasar gila pikirku, hingga hari terakhir, aku harus pulang paksa.
Tak ada kemajuan berarti.
Pergilah aku ke negeri tetangga, sama seperti pejabat - pejabat gila yang melarikan diri dengan alasan medical check-up. (Harusnya mereka perlu mendapat mental check-up juga!! Sehingga tak merampok uang negara. Memang mereka gila!)
Maaf, aku jadi mengata-ngatai mereka..
Ya, dan dokterpun berkata,
Well, we'll not play w/ your money. Trust me, we do follow the procedures.
Ya, tapi hanya segini uangku, tak mau aku biopsy atau apa lah itu.
Cek lab saja, plus konsultasi.
Belum lagi obat.
Mulai deg - deg an jantungku.
Pemeriksaan pun dilakukan menyeluruh. Pertanyaanpun sangat mendetail.
Lab check pun menyita banyak darahku.
Tes ini dan itu.
Sangat profesional!
Setelah beberapa jam aku menunggu sambil makan siang di cafetaria, aku menemui dokter itu. Diberinya aku penjelasan menyeluruh dalam bahasa Inggris, lisan dan tertulis!
Katanya, nephrotic syndrome ku masih di early stage!!
Dan dengan kondisiku yang seperti ini, cepat pulih!
Ah, sangat encouraging.
Dan ku tanyakan, banyak pertanyaan.
Lalu kudengar pernyataan, "well, the treatment you got was not really necessary."
Dalam hati aku mengumpat, "shit!"
Tapi kuhibur diriku sendiri..
Tak apa lah, meditasi di rumah sakit dan mengasingkan diri sejenak dari rutinitas memberiku ruang gerak. Paling tidak aku belajar banyak.
Belajar akan hidup, pengalaman dengan pasien sekamar, pengalaman dan ketakutan saat menghadapi semuanya sendirian, memaksakan diri untuk berani melawan sakit ini...
Dan inilah sekali lagi ungkapan dari dalam hati saya yang paling dalam bagi kalian yang telah membantu, mendoakan, mengunjungi, menemani, memberikan semangat, membuat segalanya lebih baik... Air mata dan senyum kalian tetap akan saya kenang...
Terima kasih Papa, Mama, Om, Tante, sepupu, Nuarita, Carmelita and fam, Chika Hermosa and fam, Marthani, Herry Yudhianto,Armand, sahabat - sahabat lain yang tak dapat sy sebutkan satu per satu,
Grace Christy Bella (thanks for your companion in SG),
Oreo and Quaker Team,
Teman - teman, dosen, karyawan dan mahasiswa Fakultas Sastra UNIKA, guru - guru dan murid - murid Tri Tunggal, alumni Sedes, para murid dan orang tua EduHouse, teman - teman UNNES A2, kerabat dekat yang tak dapat saya sebutkan satu per satu, NHG, NUH, teman - teman perawat RS Telogorjo SMG, team pendoa GKJ, Isa Almasih, St. Familia Atmodirono, Randusari, dan gereja - gereja lain yang tak dapat sy ingat namanya :),
Kairos Gracia teachers (thanks for ur prayers),
EduHouse teachers,
dr Sonya, dr Jimmy Teo & Alice, dr Lestariningsih.
TERIMA KASIH
No comments:
Post a Comment