Sudah lama sekali rasanya,
Aku tak pernah duduk di pojokan sebuah kafe, tanpa terbeban apapun!
Sudah lama sekali rasanya,
Aku bisa menikmati 'me-time', tanpa ada urusan dan pekerjaan yang sedang menunggu.
Asyik sekali rasanya, mendengarkan musik jazz dan klasik, lalu menulis (mengetik lebih tepatnya).
Ya, hari ini...
Ku duduk di sebuah pojokan kafe, dengan sebuah donat cokelat dan es cappucino.
Biasa memang, tidak ada yang spesial.
Akupun sebenarnya juga tak begitu menyukai donat atau cake, dan segala roti manis.
Tapi aku mau sesuatu yang beda hari ini.
Baru saja aku membeli beberapa buku di toko buku di atas kafe ini.
Beberapa untuk tugas kuliah dan beberapa lainnya untuk menambah koleksi perpustakaan pribadi.
Ku membeli buku - buku itu, teringat aku dengan peristiwa kemarin.
Flashback peristiwa kemarin,
Ya, bukan hari ini, tapi kemarin....!
Ibu (ku sebut beliau Ibu saja lah, tak perlu kubeberkan pangkat dan title-nya, apa lagi namanya) mengatakan padaku, "Kamu itu persis seperti saya! Makanya aku tresno (suka,cinta-Javanese) sama kamu, Non. Iya ya iya, enggak ya enggak. To the point gitu loh, jadi nggak buang waktu, saya suka itu!"
Akhirnya ku menemukan (lagi) kemiripan dengan seseorang. Tak heran, cocok!
Aku bisa menerima perspektif beliau dengan baik, memaparkannya dan mengerti maksudnya.
Walaupun sedikit kurang 'well-organized', tapi aku mengerti (aku juga bukan pengikut hukum 'normatif dan linear', yang kaku dan tak bisa dibantah, terlalu formal dan terstruktur! Aku benci pola, kurang fleksibel menurutku).
Ya, kata beliau, "Pendidikan kita itu terlalu normatif, kadang teoritis, jadi kadang kehilangan esensinya."
"Teori sih boleh, tapi kalau nggak diimplementasikan, bohong besar lah!"
Begitu kira - kira.
Aku mengangguk - angguk setuju.
"Habis ini kamu ambil S3 aja! Toh yang kamu paparkan barusan itu bisa dijadikan disertasi, terlalu dalam itu untuk sebuah thesis S2."
"Disederhanakan saja lah, ini kupinjami buku - buku saya, siapa tahu bisa."
Ada 14 buku tebal yang aku bawa pulang.
Dan aku pun masih harus membeli buku - buku lain.
Ah, apa ada ya, yang suka dengan kehidupan yang penuh dengan buku seperti ini? Atau jangan - jangan cuma aku? (Sebenarnya, akupun tak begitu suka, haha,... Tapi aku cukup menikmatinya!)
Ah, kata - kata beliau di atas belum menohokku.
Saat ku katakan bahwa aku tak mau ambil S3, karena 'takut' kehilangan image dan perspektif orang - orang mengenai 'pendidikan yang ketinggian', dan nggak merit - merit, Ibu pun mengatakan, "Ah, for me, when you get married, that's the end of your life!" (Nah, ini yang membuat saya tersentak! Ternyata ada perspektif seperti ini, yang sudah eksis di generasi sebelum aku lahir)
Lalu saya berteriak kecil dengan reflek, "What? Kok bisa?" (Padahal aku pun sebenarnya mengiyakan hal itu)
"Iya lah, saya aja merit umur 27, dan saya tidak menyesal, karena saya puas dengan masa muda saya!"
"Hello Ma'am, I'm 27 this year! And if I should take Phd, I will spend another 2 years!"
"Ya tapi melihat potensi, saya rasa sih kamu bisa ya? Masa nggak kepengen sih?"
"Nggak bu, saya sama sekali nggak pengen,"
Saya nggak mau jadi gila, kebanyakan teori dan penelitian, buku - buku yang harus saya lahap, oooh, aku tiba - tiba membayangkan hidupku yang tampak cukup 'miserable'. Saya pengen tetap humanis, gila dikit, lucu dikit, 'pervie' dikit, autis dikit, have fun dikit, dan dikit dikit yang lain.
Takut aku, kalau semakin 'dikit' yang bisa mengerti jalan pikiranku, dan semakin 'dikit' orang yang menganggapku waras dan asyik.
Dan takut kalau rambut di kepalaku ini semakin 'dikit' pula...
Aku masih ingin merasakan kehidupan normal, menjadi seorang istri dan ibu, mengasuh anak - anakku, mengurus rumah tangga. Pikirku di hari - hari kemarin, jika memang aku harus meninggalkan bisnisku, dan meneruskan karierku sebagai pendidik untuk anak - anakku sendiri, aku rela! Akan kubuang mimpi memiliki sebuah sekolah itu jauh - jauh.
Tapi itu tak kuungkapkan pada Ibu.
Aku tahu, kami berdua sama - sama idealis. Kalau kuungkapkan, pastilah akan menjadi wacana yang panjang!
Di akhir pembicaraan kami,
Beliau mengatakan, "Tapi sekarang saya ini sedang menapaki kehidupan yang nyata, saya itu juga seperti kamu, terlalu positive thinking, cuek sama gosip, terlalu baik kata orang. Padahal, kehidupan itu nggak seperti itu, Lingga!
Banyak orang yang kita baik sama mereka aja, mereka masih bisa jahatin kita. Kata suamiku, saya terlalu pemaaf, nrimo dijahatin orang. Ternyata, saya masih dihadapkan dengan hal seperti ini. Sekarang saya jadi lebih realistis."
Ya, dalam hatiku, ku katakan bahwa aku tidak lagi sama dengan beliau, karena aku mau mengubah fase hidupku.
Ya, kuubah itu. Seperti saat kubuang jauh - jauh mimpiku sekolah di Amerika!
Banyak hal yang kita diskusikan kemarin, walaupun di jalan pulang aku kehujanan.
Dan tiba - tiba semua itu aku pikirkan hari ini, ya, hari ini, di pojokan sebuah kafe.
Jika kemarin ku sempat berpikir, kita sama,
Hari ini aku berkata lain, kita beda, Ibu!
Ya, hari ini ya hari ini,
Kemarin ya kemarin.
Tak ada yang sama!
Semuanya beda :)
Tapi tetap, aku tetap sejalan denganmu, Ibu.
masalah hati tuh paling susah y... hmmmm ... :( ...
ReplyDelete